Ketika senja datang tatkala hujan menghujam bumi, sebaris sajak yang
ditulis atas nama rindu, aku masih duduk termenung dalam sebuah bukit, kurasakan
ada sesuatu yang hilang, ada yang kosong di rongga dada, didalam diantara
paru-paru, seperti memberatkan nafas, dan baru kusadari inilah hampa sore ini. Hujan baru saja berhenti saat aku menulis
surat ini, di teras rumah, segelas kopi hitam tak mampu menghangatkanku, hanya
ada kantung-kantung kesunyian dalam jantungku, namun kulihat ada secercah
harapan disana, disaat sore datang, saat aku
terdampar di sebuah ruang tak bernama, embun mulai basah
di ujung rumput, dan cericit burung memecah keheningan, engkau hadir dari sisi
yang tak kuduga, menemaniku, menikmati sisa-sisa keindahan ini, engkau selalu
menguatkanku, kata-katamu selalu menenangkanku. senyum indahmu yang selalu
kujadikan petunjuk arah menuju rumah. Kini aku berjalan berdua bersamamu, dan
akan selalu bersamamu. Langit semakin gelap, Hanya cahaya-cahaya bintang terang
di atas sana, meredakan hati yang pilu, mampu meyakinkanku, meyakinkanku bahwa kamulah
separuh hidupku “novitasari”